[lanjutan dari https://williambudiman.com/2012/02/17/berteman-dengan-kesalahan-dan-kegagalan/]
Pada tulisan saya sebelum ini, saya menekankan bahwa setiap kesuksesan pasti “ditemani” dengan kesalahan dan kegagalan. Saya menuliskan bahwa “KEBERHASILAN atau KESUKSESAN adalah HASIL dari akumulasi kesalahan-kesalahan dan kegagalan-kegagalan yang telah direfleksikan dan diperbaiki“. Dalam bahasa yang lebih sederhana : untuk menjadi sukses, kita harus belajar dari setiap kesalahan dan kegagalan kita. Saya rasa semua orang tahu dengan hal ini. Bahkan saya yakin semua orang setuju akan hal ini. Oleh karena itu ada beberapa peribahasa yang menyebutkan hal yang bernada sama, seperti : “Pengalaman adalah guru yang terbaik” ; “keledai tidak jatuh pada lubang yang sama dua kali!”. Namun hal yang perlu kita cermati dan renungi adalah, apabila semua orang setuju bahwa kita harus belajar dari kesalahan dan kegagalan kita untuk menjadi sukses, mengapa masih lebih banyak orang yang tidak sukses dibanding sukses? Mengapa banyak sekali orang yang selalu terjebak dengan kesalahan dan kegagalan yang sama tanpa pernah menjadi lebih baik?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita cermati bagaimana sebuah kesalahan dan kegagalan bisa jadi sumber pembelajaran yang luar biasa bagi kita. Kesalahan dan kegagalan baru bisa menjadi guru terbaik, apabila kita melewati proses : MENGAKUI (bertanggung jawab) kesalahan dan kegagalan kita – MEREFLEKSIKAN pengalaman itu dengan mendalam – berdasarkan hasil refleksi, kita MELAKUKAN sebuah perbaikkan. Dari ketiga tahapan proses di atas, hal yang paling penting dan yang paling sulit dijalankan adalah tahap pertama, yaitu : MENGAKUI KESALAHAN. Tanpa melewati tahap pertama ini, jangan harap kita dapat belajar sesuatu dari kesalahan kita. Bagaimana bisa belajar dari kesalahan kalau seandainya kita berasa tidak ada salah?
Seperti yang telah saya bahas pada tulisan saya sebelumnya, kejadian di mana kita melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan, adalah kejadian yang tidak mengenakkan buat diri kita. Kejadian yang menyakitkan secara psikologis. Insting alami manusia adalah menjauhi segala sesuatu yang dapat menyakiti atau tidak nyaman bagi kita. Oleh karena itu manusia cenderung ketika berbuat salah, langsung membuat alasan, baik secara sadar atau tidak. Alasan yang dikeluarkannya ini akan menempatkan dirinya sebagai korban, bukannya pelaku kesalahan tersebut. Pihak lain yang bertanggung jawab atas segala kesalahan dan kegagalan yang terjadi, bukan dirinya! Misalkan apabila kita datang terlambat, alasan yang paling mudah keluar adalah jalanan macet. Walau pada kenyataannya kita terlambat karena bangun kesiangan atau kita memilih lama bermalas-malasan di rumah. Apabila kita jujur bahwa keterlambatan diri kita merupakan kesalahan kita dan bertanggung jawab atas hal itu, kita akan mendapati keadaan yang tidak nyaman. Kita bisa dimarahi oleh bos kita, dimarahi oleh guru kita, dimarahi oleh teman, dll. Kita memilih alasan jalan macet, sehingga kita menjadi korban yang tidak berdaya. Dengan kita menjadi korban, maka kita dapat meminimalisir atau bahkan menghindari ketidaknyamanan tersebut. Namun satu hal yang perlu kita ingat, bahwa semua alasan yang kita utarakan demi “menyelamatkan” diri kita hanya akan membuat kita semakin terpuruk dan keluar dari jalur keberhasilan!
Teman-teman, banyak orang yang mungkin protes ketika membaca pernyataan saya di atas. “banyak kejadian kok yang memang terjadi bukan karena salah saya. Kalau memang kegagalan itu bukan karena kesalahan saya!” Teman-teman hal yang perlu kita ingat adalah ketika sebuah kejadian atau peristiwa berpengaruh terhadap kita, artinya kita memiliki andil dalam peristiwa tersebut. Semua kesalahan dan kegagalan yang terjadi, ketika kita terkena imbasnya, pasti kita memiliki andil dalam hal itu, seberapapun kecilnya andil kita itu.
Biasanya ketika terjadi sebuah kesalahan atau kegagalan, maka semua hal itu langsung dianggap dan dilimpahkan kepada orang dengan andil terbesar. Padahal sebuah kejadian selalu terjadi dari andil dari beberapa pihak. Ketika hanya satu orang yang diminta bertanggung jawab, padahal andilnya juga ada pada orang lain, maka selamanya kejadian tersebut tidak pernah dapat berubah menjadi lebih baik.
Teman-teman, bertanggung jawab terhadap kesalahan atau atau kegagalan yang kita buat, bukan berarti kita harus mengakui dan bertanggung jawab terhadap seluruh kesalahan orang lain. Kita hanya perlu mengakui dan bertanggung jawab atas andil kita, seberapa pun itu akan menyakitkan atau memalukan kita. Ambil tanggung jawab atas segala yang terjadi dengan diri kita dalam hidup berikut dengan semua kesalahan dan kegagalan yang terjadi. Karena hanya dengan cara itulah kita dapat terus berkembang menjadi seorang yang lebih baik. Karena saat kita memilih untuk mengambil tanggung jawab untuk segala hal yang terjadi dalam hidup kita adalah saat di mana kita mampu mengubah segala hal dalam hidup kita!!
Kastena Boshi
follow me @WilliamSBudiman
inspiring. like always…
thanks ya buat komennya. ini udah komen ketiga kamu di blog ini. i really glad knowing that my writings inspired you.. 🙂
Setujuuu beee..even sometimes people blaming god for their fault n failure… Mencari kambing hitam yg kasat mata. Silly.