Tulisan ini adalah bagian dari serangkaian pembelajaran yang saya refleksikan dari pengalaman saya ketika menjadi Pembicara TEDxBinusUniversity.
Bagian 1.
TED Talks dan TEDx menjadi acara-acara yang sangat saya kagumi dari sejak lama. TED menjadi tempat saya untuk mendapatkan banyak pembelajaran baru, mencari bahan untuk artikel tulisan dan pelatihan/seminar, maupun hanya sekedar untuk terinspirasi dengan ide-ide yang dibagikan di sana oleh para pembicara yang luar biasa. Para pembicara di sana orang-orang yang dianggap merupakan ahli di bidangnya, para peneliti, para penulis, dsb. Sebagian besar penulis buku favorit saya dan orang yang saya kagumi merupakan pembicara di TED atau TEDx.

Beberapa pembicara-pembicara acara TED atau TEDx di Dunia & Indonesia
Pada tanggal 18 Maret 2017, saya mendapatkan kesempatan untuk bergabung dalam jajaran pembicara TEDx. Saya diundang menjadi pembicara di TEDxBinusUniversity untuk berbicara mengenai topik kebahagiaan. Saya dengan perasaan sangat bersyukur menerima kesempatan ini tanpa perasaan ragu sekalipun. I don’t care if it’s TEDxJakarta or just TEDx(some)University. TEDx is TEDx. This is like a dream come true.
Dalam kesempatan ini, saya menjadi satu dari 3 pembicara yang dihadirkan. Saya beruntung bisa berkenalan dan berdampingan dengan mereka dalam kesempatan ini. Mari saya perkenalkan dua orang pembicara lainnya.
- Bapak Arief Aziz. Ia adalah salah seorang di belakang dari change.org, sebuah petisi online yang seringkali kita temui di email ataupun sosmed kita. change.org memberikan sebuah sistem yang dapat membantu orang-orang yang terpinggirkan mendapat kesempatan memperoleh keadilan dengan dukungan dari orang-orang yang peduli.
- Mas Rhoald Marcellius, seorang komikus Indonesia yang berkontribusi untuk beberapa komik Marvel, sayangnya kita orang Indonesia tidak dengan mudah menikmati hasil karyanya.

Ki-Ka : William Budiman (saya), Arief Aziz, & Rhoald Marcellius
Pesan yang disampaikan kedua pembicara tersebut sangatlah menarik dan insightful. Mari saya simpulkan sedikit agar ide ini dapat terbagi buat kita semua :
Arief Aziz
Masyarakat kita terbagi dalam 2 elemen, yaitu 1) mereka yang diuntungkan (privileged) oleh sistem, dan 2) mereka yang terpinggirkan (underprivileged) oleh sistem. Membawa perubahan adalah bersama dengan mereka yang terpinggirkan untuk bersama membangun sebuah masyarakat yang lebih adil. Maka untuk dapat membantu membawa perubahan, kita harus mampu memberikan orang-orang yang terpinggirkan sebuah sistem yang dapat membantu mereka mendapat perhatian dan suara mereka dapat terdengar.
Rhoald Marcellius
Setiap manusia memiliki “Loud Voices” dalam dirinya yang ingin dikeluarkan agar seluruh orang tahu dan melihat karyanya. Maka jika kita tahu apa suara yang ada dalam diri kita, maka keluarkanlah. Keluarkanlah dalam bentuk karya yang kita hasilkan. Dalam prosesnya akan ada tantangan, hadapilah itu.
—
Dari kedua pembicara tersebut, saya mendapat banyak insight, tetapi dalam kesempatan ini (tanpa bermaksud menomorduakan Pak Arief) izinkan saya disini menceritakan apa yang saya dapatkan dari kisah Mas Rhoald. Karena insight yang saya dapat dari cerita beliau membuka mata saya. Mas Rhoald sebelum berbicara terlihat sangat gugup karena belum pernah sebelumnya naik ke atas panggung suntuk berbicara sebagai pembicara. Selama ini, ia lebih membiarkan tangannya dan imajinasinya yang berbicara keras mengenai dirinya. Hal ini terlihat ketika ia berbicara, ia memang tidak terlihat seperti pembicara pada umumnya. Ceritanya seperti orang ngobrol saja. Ia banyak bercerita mengenai perjalanannya sebagai komikus Indonesia dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya sebelum ia akhirnya menjadi komikus untuk Marvel Comic.
Ia tumbuh besar dengan komik dan sekarang ia hidup dengan menggambar komik dalam masyarakat yang belum menghargai dengan sepenuhnya profesi ini, dan industrinya pun baru mulai bertumbuh. Namun, ketika ia kesempatan datang, ia berhasil menjadi komikus Indonesia yang menggambar komik Marvel, seperti Hulk, Ironman, Inhuman, dsb.

Karya dari Rhoald Marcellius
Seorang bakat lokal menghasilkan karya yang dihargai oleh dunia. Sebuah bakat lokal yang karyanya setara dengan artis-artis lainnya di dunia. Walau sayangnya, hasil karyanya tidak dengan mudah kita dapatkan di Indonesia.
Hal yang terjadi dengan mas Rhoald Marcellius merupakan salah satu kisah sukses yang sebenarnya tidak jarang terjadi di Indonesia, namun jarang terdengar. Kisah karya Indonesia yang bertaraf internasional. Bahkan bola untuk pergelaran Piala Dunia & Piala Eropa pun dihasilkan oleh salah satu perusahaan pembuat bola asal Majalengka, Jawa Barat, Indonesia (baca beritanya di sini). Banyaknya siswa asal Indonesia yang menjuarai perlombaan olimpiade fisika/kimia/matematika internasional. Hasil kerajinan tangan yang mendunia. Hasil fashion buatan Indonesia. Seandainya kita rajin mencari di google, semua informasi tersebut tersedia untuk kita.
Hal ini sejalan dengan apa yang saya pernah dan selalu ucapkan dari dulu, terutama ketika film The Raid muncul, bahwa Indonesia tidak pernah kekurangan bakat. Indonesia penuh dengan bakat dan manusia yang mampu menghasilkan karya yang dapat disandangkan dengan orang-orang dari negara manapun di dunia. Sayangnya, walau penuh bakat, namun bakat saja sendiri tidak akan membuat seseorang mampu menghasilkan karya berkualitas internasional. Harus ada etos kerja dan pola pikir yang tepat, agar bakat dapat diubah menjadi kehebatan karya. Hal ini yang masih perlu kita sebagai sebuah bangsa pelajari dan contoh dari bangsa negara lain.
Selain etos kerja dan pola pikir, hal yang terpenting kedua adalah bagaimana kepercayaan diri kita. Keyakinan diri kita terhadap diri kita, terhadap kemampuan kita dan terhadap hasil dari karya kita. Ini yang menurut saya, bagian yang paling perlu kita tingkatkan agar hasil karya anak bangsa benar-benar bersinar di dunia. Banyak sekali anak-anak bangsa yang berbakat (yang saya percaya itu adalah kita semua), namun tidak memiliki keyakinan diri dan minder jika dibandingkan dengan orang dari negara lain. Kita seakan selalu menganggap kalau orang asing dari negara lain selalu lebih pandai dan pintar dari kita. Jangankan dengan bangsa lain, dengan sesama teman sendiri dalam lingkungan masyarakat sendiri pun kita minder. Seandainya kita minder dan tidak percaya dengan apa yang bisa kita hasilkan, maka bagaimana karya kita bisa berteriak keras di dunia?
Indonesia tidak pernah kekurangan orang hebat dan berbakat. Kita hanya cukup mempercayai diri kita, mempercayai kemampuan yang kita miliki, yakin atas hasil karya yang kita hasilkan, lalu terus bekali diri dengan pola pikir dan etos kerja yang luar biasa. Maka, kita akan menjadi Mas Rhoald Marcellius lainnya yang karyanya dapat berkibar membawa nama kita dan bangsa di kancah internasional.
Keep working hard and believing in yourself. You are great in your own way.
Kastena Boshi
Ko, ini aku setuju banget. anak2 indonesia yg sekolah diluar negeri, trmasuk hongkong sbnernya pinter2. nilainya salah satu yg terbaik di angkatan dsbnya, tp entah kenapa kita ga pernah merasa confident (trmasuk aku HAHA). indonesia punya inferiority complex nih kayaknya.