Terkadang kita tidak perlu susah payah mengeluarkan uang banyak untuk pindah ke rumah baru, ke apartment baru ataupun ke tempat kos baru demi mendapatkan sebuah suasana tempat tinggal yang menyenangkan dan nyaman. Terkadang kita hanya butuh membuang semua barang yang sudah rusak, tidak terpakai ataupun yang disimpan hanya karena kenangan tertentu. Saat itu dilakukan, percayalah kita akan menemukan rumah/kamar/ruangan kita menjadi lebih luas, lega, bersih, nyaman, dan terkadang terasa seperti baru.
Sama dengan rumah/kamar/ruangan, maka psikologis manusia pun dapat ibarat seperti ruangan. Hal-hal yang kita taruh di sana akan mempengaruhi kondisi psikologis kita. Ketika kita ingin hidup yang nyaman dan bahagia, maka hal yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana kondisi ruang psikologis kita? Ada hal apa saja yang terletak di sana?
Ketika dalam ruang psikologis diri kita tersimpan banyak sekali sampah emosi, seperti kebencian, kekecewaan, luka batin, kemarahan, kecemburuan, kesedihan, sakit hati, perasaan bersalah dan masih banyak emosi negatif lainnya. Maka niscaya diri kita tidak akan pernah dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Ibarat ruangan yang terlalu banyak sampah di dalamnya, ruangan tersebut menjadi sempit, pengap, bau dan tidak menyenangkan untuk ditinggali.
Percuma ketika kita berusaha melakukan banyak hal untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi kita tidak pernah mau membuang sampah emosi tersebut dari diri kita. Hasilnya akan sama saja. Kita akan kesulitan merasa bahagia.
Percuma kita terus mencari pasangan ideal nan baik hati, apabila dalam diri kita masih menyimpan kekecewaan, kegetiran, dan luka batin yang diakibatkan dari pasangan kita yang lama. Karena selama kita masih menyimpan sampah emosi tersebut, kita tidak akan mampu mempercayai dan mencintai 100% pasangan kita. Mengapa? karena ruang di hati kita masih penuh dengan sampah emosi masa lalu, sehingga sulit ada ruang untuk menerima kesempatan yang baru.
Ibarat kita berdiri di dapur, di mana sedang di masak makanan kesukaan kita, tetapi tangan kita terus memegang sampah popok bekas yang terisi penuh dengan kotoran bayi. Maka yang terjadi adalah kita tidak dapat menghirup wangi sedapnya masakan kesukaan kita, karena kita hanya mencium bau kotoran yang ada di tangan kita.
Permasalahan utamanya adalah kita manusia pada umumnya adalah kolektor sampah emosi. Seringkali ketika kita merasakan kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan, baik kita sadari maupun tidak, kita seringkali tidak berniat membuang sampah tersebut. Semua di simpan di hati. Kekecewaan kita terhadap ayah, ibu, pasangan, anak, bos, rekan kerja, teman, dan sebagainya kita simpan dengan sangat baik. Tidak hanya di simpan, kita selalu mengingat-ngingat kembali dengan jelas setiap peristiwa itu di kepala kita. Kita menikmati setiap sampah itu. Persis seorang kolektor yang menikmati koleksinya.
Dan kebiasaan setiap kolektor, kita pasti akan terus menambahkan koleksi kita. Tidak akan dikurangi, hanya ditambahi.
Kalau demikian caranya, bagaimana kita berharap bisa bahagia?
Lalu bagaimana caranya kita bisa membuang sampah emosi kita?
Seperti halnya membersihkan rumah, kita dapat membersihkan ruang psikologis diri kita dari sampah emosi dengan 4 langkah sederhana :
- Buang sampah dan benda tidak terpakai,
- Bersihkan ruangan tersebut secara menyeluruh,
- Menata ulang,
- Lakukan secara berkala.
1. Buang sampah dan benda tidak terpakai
Langkah pertama dalam bersih-bersih tentu saja buang semua sampah emosi yang ada dalam diri kita. Semua kekecewaan, kesedihan, kemarahan, luka batin perasaan bersalah, semuanya keluarkan dari hati. Buat diri kita bersih. Rasanya semua orang mengerti tentang hal ini, tetapi kesalahpahaman yang sering terjadi dalam proses membuang adalah kita berusaha sekeras mungkin melupakan dan mengalihkan diri kita dengan hal lain.
Masalahnya kalau kita hanya berusaha untuk melupakan dan merelakan, kita malah seringkali makin teringat. Berusaha sekuat apapun kita melupakannya, kita tidak akan bisa melupakannya. Mengapa begitu? Karena masalah psikologis itu bukan benda yang bisa seenaknya kita buang begitu saja. Cara membuang sampah emosi bukan dengan dicueki, tetapi dengan diberi perhatian sepenuhnya.
Untuk bisa membuangnya, kita malah butuh kejujuran hati kepada diri kita untuk mengakui apa yang kita rasakan. Ketika kita marah sama orangtua, akuilah kepada diri kita bahwa kita marah dengan tindakan mereka. Kalau kita merasa benci dengan pasangan kita, akuilah kita benci dengan apa yang dilakukan mereka kepada kita. Akui itu.
Seringkali kita tidak pernah jujur. Kita seringkali merasa mengakui perasaan kita yang sesungguhnya adalah dosa dan salah. Kalau kita mengakui kita benci orangtua kita, maka kita dosa. Kita tidak seharusnya. Pertentangan dan pertempuran batin inilah yang akhirnya sering menggrogoti kebahagiaan kita dari dalam. Tetapi tanpa pernah mengakuinya, kita tidak akan pernah dapat membuang perasaan tersebut dan membangun hubungan yang baik kembali.
Jujur dan mengakui sampah emosi yang kita rasakan adalah langkah pertama untuk berdamai dengan diri kita sendiri.
Setelah mengakui, maka ekspresikanlah perasaan emosi tersebut. Keluarkanlah. Tetapi yang harus diingat adalah kita harus mengekspresikan ke orang yang tepat. Kalau tidak tepat, maka hal itu tidak akan berkhasiat optimal. Jika kita mengalami kesulitan untuk mengekspresikan dengan orang yang bersangkutan secara berhadapan, maka tuliskan sebuah surat yang mewakili perasaan kita tersebut dengan sebuah bahasa yang santun.
Ingatlah!! Jangan berharap orang lain tersebut bereaksi tertentu atau berubah, karena seringkali malah kita akan kecewa di ujungnya. Kita mengekspresikan ini bukan demi orang lain tersebut mengakui salah, tetapi demi kita mengeluarkan sampah emosi yang sudah menumpuk. Permasalahan mereka menerima, menolak, berubah atau tidak, itu adalah urusan mereka. Kebahagiaan kita bukan berada di tangan mereka.
2. Bersihkan ruangan tersebut secara menyeluruh
Daerah tempat sampah emosi tadinya berada, pasti berdebu. Maka tugas kita adalah untuk menyapu dan mengepel tempat itu menjadi bersih. Setelah kita mengakui dan mengekspresikan sampah emosi kita, maka pasti akan tertinggal bekasnya. Bersihkanlah sampai bersih dari debu. Cara membersihkannya adalah dengan memaafkan.
Memaafkan orang lain artinya kita melepaskan masa lalu kita. Kita memutuskan tidak lagi terikat dengan kejadian dan ingatan yang menyakitkan.
Dengan memaafkan artinya kita terbebas dari semua sampah emosi yang tadinya mengikat diri kita. Dengan memaafkan kita memang tidak dapat mengubah kejadian lalu yang menyakitkan, tetapi kita mampu mengubah masa depan kita menjadi lebih cerah.
3. Manata ulang
Setelah sebuah sampah emosi kita lepaskan, maka kita saatnya menata ulang fokus hidup kita. Jika sebelumnya kita lebih terfokus ke masa lalu karena sampah emosi itu, maka sekarang fokuskan hidup kita ke hal-hal positif di masa kini dan rencana tujuan masa depan.
Menetapkan masa depan akan membantu kita memiliki makna hidup, yang pada akhirnya membantu kita menjadi bahagia.
Memfokuskan pada hal-hal positif di masa kini membantu kita untuk lebih menikmati hidup.
4. Lakukan secara berkala
Rumah kita tidak cukup dengan hanya dibersihkan satu kali, karena debu dan sampah pasti akan selalu ada setiap saat. Maka untuk memiliki rumah yang nyaman ditempati, maka kita harus secara berkala melakukan 3 langkah di atas.
Sepanjang kita hidup, kita pasti akan menemui kejadian di mana orang lain akan menyakiti kita, baik sengaja maupun tidak. Hal itu adalah kenyataan hidup yang kita harus hadapi. Oleh karena itu, sampah emosi pasti akan selalu ada. Maka kita harus secara rutin memastikan kita membuang sampah emosi dari ruang psikologis kita.
***
Mendapatkan hidup yang bahagia adalah hak kita. Tetapi yang lebih penting harus kita ingat, yaitu kebahagiaan adalah pilihan.
Apabila kita ingin bahagia, maka pilihlah jalan hidup yang akan mendatangkan kebahagiaan. Salah satunya adalah dengan membuang semua sampah emosi kita.
Ingat, jangan sampai kita jadi kolektor sampah emosi, karena kebahagiaan kita menjadi taruhannya!
Kastena Boshi.