Tanggal 17 Agustus selalu menjadi hari yang istimewa bagi bangsa kita. Pertama, memang hari itu adalah hari libur nasional. Siapa yang tidak bahagia dengan tanggal merah?
Kedua, hari ini juga merupakan hari raya nasional yang dirayakan hampir oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia. Hampir seluruh bangsa Indonesia, di manapun dirinya berada antusias merayakan kemerdekaan. Ini adalah hari raya yang tidak terbatas suku, ras, agama dan lokasi.
Selain itu keramaian perayaan 17 Agustus pun spesial dibandingkan hari-hari raya nasional lainnya. Iklan TV menampilkan iklan-iklan layanan masyarakat berbau kemerdekaan. Tokoh politik, pengusaha besar, duta besar negara lain, semua berbondong-bondong mengiklankan diri dengan mengucapkan dirgahayu RI!
17 Agustus adalah saat di mana kadar nasionalisme rakyat Indonesia meningkat drastis secara mendadak.
18 Agustus?
Semua kembali berjalan normal.
Selama saya sekolah, saya selalu diberitahu oleh guru bahwa kita sebagai penerus bangsa haruslah mengisi kemerdekaan. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan belajar yang baik, menuntut ilmu setinggi langit, menjaga warisan kebudayaan bangsa, melakukan yang terbaik dalam setiap pekerjaan kita. Itulah kurang lebih cara-cara yang diajarkan oleh Bapak/Ibu guru saya.
Sekarang ini, rasanya hampir semua cara tersebut sudah dilakukan oleh banyak orang. Sekolah setinggi-tingginya sudah dijalankan oleh banyak orang, bahkan yang sekolah di luar negeri pun sudah banyak. Bekerja sebaik-baiknya demi perekonomian Indonesia, banyak juga. Indonesia tidak pernah kehabisan stok orang kreatif yang menjadi pengusaha ternama di Indonesia bahkan sampai di luar negeri. Bagi yang bukan pengusaha, masyarakat Indonesia juga banyak sekali yang rajin dan bekerja sebaik-baiknya dalam pekerjaannya.
Kalau semua cara tersebut sudah dilakukan untuk mengisi kemerdekaan, tetapi kok sepertinya negara kita masih belum optimal dalam mencapai potensinya ya? Apa yang salah?
Bukan salah, tetapi kita melewatkan hal kecil yang penting!
Menurut saya, masyarakat Indonesia mengisi kemerdekaan Indonesia dengan kebebasan yang kebablasan. Kebanyakan dari kita, hidup dengan penuh kebebasan dan tidak rela terikat. Kita menjadi warga negara yang benar-benar merdeka dan bebas dari segala ikatan dan peraturan! Rasanya bagi banyak masyarakat Indonesia, peraturan itu cuma hiasan semata. Bahkan mungkin saya dan anda juga salah satu yang hidup bebas merdeka kebablasan.
Tidak percaya? Mari kita observasi kondisi jalan raya di kota kita.
- Motor/angkot/mobil pribadi melawan arus (kalau ketabrak salahnya yang nabrak)
- melewati jalur busway
- kendaraan umum berhenti sembarang buat mengangkut penumpang
- penumpang yang maunya berhenti di tempat sembarangan
- buang sampah di mana pun (tapi kalau banjir itu salahnya pemerintah)
- motor berhenti di zebra cross ketika lampu merah
- pejalan kaki menyeberang jalan sembarangan
- dan sisanya sebut sendiri.

Motor berhenti jauh di depan garis berhenti
Melihat semua perilaku di atas dan contoh nyata yang mudah kita temukan di sekeliling kita (dan tentunya dalam diri kita) setiap hari, dan kita masih merasa heran mengapa korupsi merajalela di negara kita? Really?
Dan kita juga suka bingung mengapa negara kita ketinggalan terus dibanding negara lainnya? Really?
Negara kita sudah merdeka sejak tahun 1945, tetapi sayangnya harus kita akui, negara kita belum mampu bersaing dengan negara-negara yang lebih “muda” dibanding kita. Negara Singapura adalah contoh sempurna dari pernyataan saya tersebut. Singapura adalah pusat keuangan terdepan keempat di dunia dan sebuah kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan dan keuangan internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima pelabuhan tersibuk di dunia.

Singapura
Contoh negara lain yang kemajuannya mengalahkan Indonesia, padahal lebih muda dari Indonesia. Negara Republik Rakyat Tiongkok. Negara Tiongkok memang sudah berdiri sejak tahun 1949, namun pemerintahan dan perekonomian negara tirai bambu itu sangat tertutup dan tertinggal dari negara lain. Investasi dari negara lain sangat terbatas dan perkembangan sangat minim. Baru pada tahun 1980an, di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, negara ini melakukan reformasi ekonomi. Sejak saat itu, pihak pemerintah telah secara bertahap (dan telah banyak) melunakkan kontrol pemerintah terhadap kehidupan sehari-hari rakyatnya, dan telah memulai perpindahan ekonomi Tiongkok menuju sistem berbasiskan pasar. Investasi asing berbondong-bondong masuk ke dalam negara, perkembangan kota dan infrastruktur berkembang sangat pesat. Di kota-kota besar hampir seluruhnya memiliki sistem transportasi MRT. Bahkan sekarang ini Tiongkok menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Shanghai, Tiongkok
Seperti yang pernah saya tulis di Belajar Menjadi Bangsa Besar, sebuah negara bisa menjadi besar dibutuhkan kerjasama antara 2 pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat.
Tanpa komitmen dari pemerintah untuk membangun sistem pemerintahan, infrastruktur, pendidikan, dan sebagainya, maka negara tentunya tidak dapat bergerak maju. Apabila pemerintah telah berkomitmen, tetapi tidak diimbangi komitmen dari rakyatnya, maka apa gunanya?
Itulah yang terjadi dengan negara Tiongkok dan Singapura. Terdapat kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Komitmen pemerintah berimbang dengan komitmen masyarakatnya.
Di Tiongkok saat ini saya sangat jarang melihat masyarakatnya membuang sampah sembarangan. MRT dijaga dengan baik kebersihannya. Transportasi umum pun tertib hanya menaikkan dan menurunkan penumpang di setiap halte bus. Masyarakatnya pun tidak pernah mencoba menghentikan bus di tengah jalan kalau bukan di halte.
Singapura lebih luar biasa lagi dibandingkan dengan Tiongkok. Sejauh pengelihatan saya, Singapura adalah negara terbersih, terapih dan terterbib. Penduduknya sangat mematuhi peraturan. Oleh karena itu perkembangan negaranya sangat pesat. Paling tidak negara tidak perlu membuang-buang uang untuk menggantikan sarana-prasarana umum yang dirusak orang, karena memang sangat minim. Sehingga, uangnya dapat dialokasikan untuk pembangunan di sektor lain.
Masyarakat dari kedua negara tersebut, walau negaranya sudah merdeka, masyarakatnya hidupnya tidak sepenuhnya bebas. Mereka sukarela menyerahkan kebebasannya dan memilih terikat, tunduk pada peraturan yang ditetapkan oleh pemerintahnya. Baik masyarakat yang kaya-miskin, berpendidikan-tidak berpendidikan, karir tinggi-rendah, mereka disiplin dalam menjalankan peraturan, walaupun mereka sebenarnya memiliki pilihan untuk tidak melakukan hal tersebut.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia kita tercinta?
Kita tidak perlu berbicara tentang komitmen pemerintah. Saat ini kita lihat ke masyarakatnya. Lihat ke diri kita masing-masing. Sudah seberapa patuh kita terhadap peraturan? Seberapa besar komitmen kita dalam pembangunan negara?
Pemerintah daerah mulai banyak membangun taman kota yang indah demi kota yang indah, tetapi masyarakatnya membuang sampah sembarangan, mencorat-coret bangku taman, menginjak-injak tanaman, dan pedagang kaki lima liar bertebaran di mana-mana, bagaimana bisa maju kota tersebut?
Ketika pemerintah dituntut untuk menyelesaikan masalah banjir, tetapi kita dengan mudahnya membuang sampah terus ke sungai, bagaimana kota kita bebas banjir?
Ketika kita menuntut pejabat yang berbuat salah dihukum berat karena merugikan negara, mengapa kita dengan sebegitu mudahnya melanggar peraturan sederhana yang merugikan orang lain?
Saya sangat terkesan dengan iklan kampanye dari Jokowi-JK saat pilpres. Dalam salah satu iklannya pesan yang disampaikan itu berbunyi : kita mengharapkan pemimpin yang bersih, jujur dan taat hukum. Pertanyaannya apakah kita rela dipimpin untuk menjadi bersih, jujur dan taat?
Semua hal besar bermula dari hal kecil. Pohon yang besar dan rindang, selalu bermula dari satu benih kecil. Mau lihat bagaimana kesuksesan seseorang nantinya, lihat kebiasaan kecil yang dimilikinya.
Negara juga sama! Mau lihat seberapa besar negara tersebut dan bagaimana masa depan negara tersebut, cukup lihat ke perilaku kecil dari masyarakatnya.
Jadi apa pilihan yang bisa kita ambil untuk mengisi kemerdekaan negara kita tercinta?
Menjalankan kebebasan tanpa ikatan peraturan mana pun (kecuali ada yang mengawasi),
atau
hidup sedikit tidak bebas untuk patuh pada peraturan, baik ada maupun tidak ada orang.
Pilihan itu semuanya ada di tangan kita. Choose wisely.
Kastena Boshi