[Artikel ini sebelumnya telah dipublikasi di majalah Cinemags dalam rubrik CineTherapy]
“The Scariest monsters are the ones that lurk within our souls” – Edgar Allan Poe
Film horor asal Australia ini menceritakan kisah seorang wanita bernama Amelia, seorang single parent dari Samuel, anak laki-lakinya yang berusia 7 tahun. Suami Amelia meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil yang terjadi ketika sedang mengantarkan Amelia untuk bersalin. Amelia selamat dan sejak itu ia harus membesarkan Samuel seorang diri. Selama 7 tahun, Amelia berusaha menjadi orangtua yang baik bagi Samuel, walaupun Amelia sebenarnya belum benar-benar selesai bersedih atas kematian suaminya. Hal ini menjadi semakin sulit bagi Amelia karena Samuel tumbuh menjadi anak yang bermasalah.
Menjelang ulang tahun Samuel yang ke-7 sekaligus peringatan hari kematian suaminya, perasaan trauma luka batin akan kehilangan (suaminya) dan rasa benci (terhadap anaknya) semakin menguat karena secara psikologis Amelia menyalahkan Samuel atas kecelakaan yang merengut suaminya. Di tengah semua beban psikologis tersebut, Samuel meminta Ibunya untuk membacakan sebuah kisah dari sebuah buku pop-up misterius yang ia temukan di rak bukunya. Buku itu berkisah tentang Mister Babadook, makhluk supernatural yang ketika seseorang telah menyadari akan keberadaannya, maka monster itu akan segera meneror dan menyiksa orang tersebut. Sejak saat itu, mereka berdua mulai menemukan banyak kejadian aneh di sekitar mereka, dan perasaan bahwa sesuatu sedang mengintai dan meneror mereka. Semakin Amelia menyangkal, semakin banyak kejadian aneh, semakin kuat Babadook dalam meneror mereka.
Film ini adalah sebuah horor psikologis manusia, bukan tentang setan atau monster. Mister Babadook adalah sebuah simbolisasi dari sebuah luka batin akan kehilangan dan kebencian yang menghantui dan menguasai seseorang dengan sebuah peraturan sederhana yang juga disebutkan dalam buku di film tersebut, yaitu kita tidak dapat menyingkirkannya dan semakin kita menyangkal keberadaannya, semakin kuat dirinya, dan kita akan mulai berubah ketika ia berhasil masuk dalam diri kita.
Salah satu luka batin utama Amelia dalam film ini adalah kemarahannya atas kematian suaminya, yang kemudian diarahkan ke Samuel. Kemarahan inilah yang berusaha ditekan dan disangkal oleh Amelia sekuat-kuatnya. Bukti bahwa Amelia belum dapat move on dari luka batinnya adalah ia tidak pernah merayakan ulang tahun Samuel, yang di mana hari ulang tahunnya sama persis dengan hari meninggal suaminya. Babadook adalah simbolisasi dari trauma luka batin. Maka, tidak heran kalau Amelia selalu menyangkal dan berusaha tidak mempercayai adanya Babadook. Babadook sama dengan segala luka batin lainnya, semakin disangkal akan semakin menguasai diri kita dan mengubah diri kita dari dalam. Trauma luka batin yang tidak diakui dan terus disangkal akan mengontrol hidup kita. Terbukti yang pada akhirnya Babadook benar-benar menguasai Amelia dan membuat dirinya marah tidak terkendali dan menyakiti anaknya sendiri.
Masalah baru akan dapat teratasi, ketika Amelia mulai mengakui keberadaan Babadook dan pada akhirnya berani menghadapi Babadook. Amelia yang akhirnya berhadapan langsung dengan Babadook, berteriak kepadanya agar tidak mengganggunya. Setelah itu, barulah Babadook menyingkir dan bersembunyi. Sejak itu, Amelia kembali memegang kendali atas hidupnya sendiri. Demikian juga yang bisa kita lakukan dalam menghadapi luka batin yang kita miliki. Kita harus berani mengakui kalau kita mempunyai luka batin dan berani menghadapinya. Setelah mengakui bahwa kita memiliki luka tersebut, barulah luka batin tersebut dapat pelan-pelan disembuhkan.
Pada akhir cerita, Amelia yang telah mampu hidup bahagia dengan Samuel, ternyata “memelihara” Babadook di gudang rumahnya dengan cara memberi makan cacing untuknya. Tetapi bedanya, Babadook sudah tidak lagi mengganggu kehidupan Amelia. Hal ini menandakan sebuah luka batin pada umumnya tidak akan pernah benar-benar mati. Sebuah luka batin akan tetap meninggalkan bekas luka psikologis pada diri seseorang. Namun, kita harus tetap bisa mengakui bahwa luka tersebut memang pernah ada, kita tidak lagi berusaha menyembunyikannya. Kita mau mengakui, belajar darinya, dan perlahan-lahan menerimanya, barulah saat itu kita mampu hidup bahagia.
Berdamai dengan luka batin, berdamai dengan diri sendiri, adalah langkah utama yang harus dilakukan oleh semua orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Orang yang bahagia, bukanlah orang yang tidak pernah terluka atau memiliki masa lalu yang kelam. Orang yang bahagia adalah mereka yang bisa berdamai dengan luka batin yang mereka miliki. Caranya adalah dengan mengakui, berani menghadapi dan menerima bahwa luka batin tersebut adalah bagian dari hidup kita, tetapi pada saat yang bersamaan tidak membiarkan luka batin tersebut mengontrol dan membentuk hidup kita di masa depan.
Film The Babadook adalah sebuah film horor yang sangat unik dan berbeda dengan kebanyakan film horor lainnya. Film ini bukanlah sekedar film horor biasa, karena di dalamnya penuh dengan simbolisasi yang ketika kita mengerti, akan memberikan banyak sekali pelajaran bagi hidup kita; terutama tentang bagaimana sembuh dari trauma luka batin kita. Film ini sangat cocok dinikmati bagi para pecinta film bergenre horor, maupun mereka yang suka dengan film berbau psikologi. Selamat menonton dan menikmati ketegangan demi ketegangan yang disajikan oleh film The Babadook. Dan tentunya, selamat menghadapi “Babadook” kita masing-masing dengan berani.
Kastena Boshi