Mengkhianati Esensi Agama Demi Membela Agama
Saya bukan seorang ahli agama, saya bukan pemuka agama, saya hanyalah seorang penganut agama yang tergelitik dan berefleksi atas apa yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Tulisan ini sama sekali tidak diperuntukkan untuk salah satu pihak agama tertentu, bukan masalah politik dan pilkada. Tulisan ini muncul akibat keresahan saya melihat demo kemarin dari TV ataupun rekaman video yang tersebar di sosmed, yang merekam ujaran-ujaran kebencian sampai pembunuhan untuk Ahok. Kok seram ya. Sebenarnya, kondisi serupa juga terjadi untuk agama lain di luar negeri, misal bhiksu di Myanmar yang membantai kaum muslim Rohingya, dsb.
“Kok agama jadi seseram itu, ya?” itu alasan tulisan ini keluar.
Agama bagi saya adalah sebuah petunjuk atau pegangan hidup bagi kita manusia agar kita mampu hidup yang harmonis, damai, penuh kasih sayang dan bermoral. Tentunya agama ini kita yakini adalah sebuah perintah/firman Tuhan yang diberikan melalui seorang nabi (messenger of God) dengan berbagai macam panggilan kita untukNya sesuai dengan agama keyakinan kita. Perkataan-perkataan dan kisah kebijaksanaan dari para nabi tersebut dituliskan dalam sebuah kitab suci yang kemudian menjadi pegangan kita dalam beragama sampai saat ini. Kemudian seiringnya berjalan waktu dan perkembangan yang terjadi dalam penyebaran agama, maka agama perlahan-lahan mulai mengembangkan atribut-atribut keagamaan yang membuat agama tersebut menjadi unik dan dapat dikenali oleh masyarakat. Atribut dapat berupa sebuah ritual cara beribadah, cara berpakaian, komunitas, logo, dsb. Atribut agama, biasa dipengaruhi secara kental oleh adat budaya di mana agama tersebut berkembang, oleh karenanya atribut agama bahkan dari agama yang sama bisa berbeda di lokasi yang berbeda.