Anti-Intelektualisme Adalah Kanker Dalam Masyarakat Indonesia

Pernahkah Anda merasa ada sesuatu yang sangat salah ketika membaca status-status di sosial media Anda atau membaca komentar-komentar di berita online?

Saya pernah.

Pernahkan Anda merasa bingung, miris, kesal, sedih (atau semuanya dicampur jadi satu), ketika melihat teman atau saudara kita sangat percaya dengan berita atau artikel hoax dari situs abal-abal di sosial media, lalu ia menyebarkan informasi tersebut dengan bangga dan ditambahkan kata-kata persuasif agresif seperti layaknya sales yang dikejar target?

Saya pernah.

Pernah berdebat mengenai sebuah topik di sosial media dengan seseorang yang justru lebih tertarik mengatai/menghina/melabel kita dibandingkan isi dari argumen yang sedang didebatkan?

Saya pernah.

Teman-teman, tiga hal di atas adalah sedikit dari ciri-ciri dari sebuah fenomena yang kita sebut sebagai anti-intelektualisme. Anti-intelektualisme adalah sebuah pandangan, pemikiran, sikap dan tindakan yang berseberangan, meremehkan, ataupun menolak ide-ide, teori, kajian-kajian yang menggunakan pendekatan keilmuan (ilmiah). Secara sederhana, anti-intelektualime adalah pandangan, dan tindakan yang jauh dari pendekatan intelektual.

Fenomena Anti-Intelektualisme

Fenomena Anti-Intelektualisme

Fenomena anti-intelektualisme ini tidak dapat kita abaikan dan kita remehkan begitu saja, karena dapat berdampak besar dalam persatuan bangsa dan negara kita. Anti-intelektualisme adalah kanker yang ada dalam bangsa kita, berlipat ganda pertumbuhannya atas bantuan sosial media, dan mulai merobek persatuan masyarakat kita.

Read More

Sekolah : Pabrik Penghasil Robot [ ? ]

Senin 3 Maret 2014, Jakarta kembali dihebohkan dengan berita seorang mahasiswa Unas tewas bunuh diri setelah meloncat dari lantai 5 gedung ITC Depok. Peristiwa ini mengundang banyak respon dari masyarakat di media sosial. Sebagian ada yang mengatakan bahwa hal yang dilakukan mahasiswa tersebut adalah tindakan egois dan bodoh, yang kemudian dengan cepat pula pernyataan tersebut disambut dengan kecaman dari banyak pihak. Pihak yang mengecam tersebut di timeline media sosial saya kebanyakan adalah mahasiswa psikologi. Saya sarjana psikologi. Bagi saya peristiwa bunuh diri adalah bodoh.

Sebelum teman-teman mulai mengecap saya buruk, menutup halaman ini, atau langsung mengecam pernyataan saya, tolong lanjut baca penjelasan saya. Saya belum selesai.

Saya setuju dengan semua pihak yang mengatakan bahwa perilaku bunuh diri adalah sebuah kebodohan dari korban bunuh diri. Perilaku mengakhiri hidup demi menyelesaikan masalah itu bodoh, apalagi terkadang masalahnya sangat sepele. Sebelum menulis tulisan ini saya membaca beberapa berita berkaitan dengan bunuh diri. Ada kasus seorang anak SMA bunuh diri karena tidak diberi uang untuk membeli softlens oleh keluarganya. Ketika saya baca berita itu, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Memang benar tindakan mereka bodoh. Akan tetapi ada 1 hal yang terlupakan oleh kita, yaitu :

kondisi psikologis kita tidak sama dengan kondisi psikologis mereka para bunuh diri.  Read More