3 Pelajaran Yang Perlu Masuk Kurikulum Pendidikan Indonesia

Mengajar seorang anak tentang bagaimana cara berlayar, bisa menjadi tepat ataupun menjadi sia-sia.

Sia-sia adalah ketika mengajarkan kepada anak yang tinggal di daerah pergunungan.

Tepat adalah ketika mengajarkan kepada seorang anak yang tinggal di daerah pantai atau kampung nelayan.

Sia-sia mengajarkan cara berlayar ke anak gunung, karena kebutuhan untuk berlayar minim atau bahkan tidak ada.

Tepat mengajarkan cara berlayar ke anak nelayan, karena mereka membutuhkan kemampuan tersebut untuk menunjang kehidupannya sehari-hari.

Melalui contoh di atas, kita melihat bahwa apakah suatu mata pelajaran itu tepat diajarkan atau hanya sebuah kesia-siaan, semua tergantung dengan relevansi mata pelajaran tersebut dengan kehidupan murid. Dengan kata lain yang lebih sederhana, pembelajaran yang baik harus memperhatikan kebutuhan anak-anak tersebut.

Better education Better nation

Ketika kita mengajarkan kepada seorang anak yang tidak ada relevansi dengan kehidupannya, baik sekarang ataupun di masa depan, maka hal tersebut menjadi sebuah kesia-siaan besar bagi sang murid. Anak tersebut telah menghabiskan berpuluh-puluh jam mempelajari sesuatu pelajaran yang penggunaan dalam kehidupannya sangat minim.

Sekarang kita berbicara tentang mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

Saya pribadi merasa bahwa mata pelajaran yang ada dalam kurikulum pendidikan kita, sebagian dapat digolongkan ke dalam kategori sia-sia, sebagian lagi masuk ke dalam kategori yang sudah tepat. Tetapi, selain kedua kategori tersebut, ada kategori ketiga. Kategori ini terdiri dari mata pelajaran-mata pelajaran yang  relevansinya dengan kebutuhan di masyarakat sangat tinggi, tetapi belum masuk dalam kurikulum. Sederhananya : dalam kehidupan sangat dibutuhkan tetapi tidak diajarkan di sekolah-sekolah.

Read More

Sekolah : Pabrik Penghasil Robot [ ? ]

Senin 3 Maret 2014, Jakarta kembali dihebohkan dengan berita seorang mahasiswa Unas tewas bunuh diri setelah meloncat dari lantai 5 gedung ITC Depok. Peristiwa ini mengundang banyak respon dari masyarakat di media sosial. Sebagian ada yang mengatakan bahwa hal yang dilakukan mahasiswa tersebut adalah tindakan egois dan bodoh, yang kemudian dengan cepat pula pernyataan tersebut disambut dengan kecaman dari banyak pihak. Pihak yang mengecam tersebut di timeline media sosial saya kebanyakan adalah mahasiswa psikologi. Saya sarjana psikologi. Bagi saya peristiwa bunuh diri adalah bodoh.

Sebelum teman-teman mulai mengecap saya buruk, menutup halaman ini, atau langsung mengecam pernyataan saya, tolong lanjut baca penjelasan saya. Saya belum selesai.

Saya setuju dengan semua pihak yang mengatakan bahwa perilaku bunuh diri adalah sebuah kebodohan dari korban bunuh diri. Perilaku mengakhiri hidup demi menyelesaikan masalah itu bodoh, apalagi terkadang masalahnya sangat sepele. Sebelum menulis tulisan ini saya membaca beberapa berita berkaitan dengan bunuh diri. Ada kasus seorang anak SMA bunuh diri karena tidak diberi uang untuk membeli softlens oleh keluarganya. Ketika saya baca berita itu, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Memang benar tindakan mereka bodoh. Akan tetapi ada 1 hal yang terlupakan oleh kita, yaitu :

kondisi psikologis kita tidak sama dengan kondisi psikologis mereka para bunuh diri.  Read More