Gembala dan Pemburu

Pada jaman Tiongkok kuno, terdapat seorang gembala domba yang memiliki tetangga seorang pemburu. Pemburu ini memiliki anjing-anjing ganas yang seringkali meloncati pagar gembala ini dan mengejar domba-domba miliknya. Beberapa kali sang gembala ini mengingatkan tetangganya ini tentang dombanya namun selalu tidak dihiraukan.

Sampai suatu hari anjing pemburu tersebut kembali melompati pagar dan melukai beberapa domba sang gembala tersebut. Kesal dan marah atas kejadian ini, sang gembala langsung pergi ke kota untuk menemui hakim demi menuntut keadilan.

Hakim mendengarkan seluruh cerita keluh kesah si gembala. Lalu hakim tersebut berkata, “saya bisa saja menghukum pemburu tersebut dan memerintahkan dia untuk mengurung dan merantai anjing-anjing miliknya. Akan tetapi kamu akan kehilangan seorang teman dan mendapatkan seorang musuh. Apakah kamu ingin memiliki tetangga yang adalah teman atau musuh?”

Mendengar pernyataan hakim, sang gembala kemudian merenung sesaat dan menjawab dengan hati-hati, “saya tentu memilih memiliki teman. Tetapi bagaimana caranya agar saya tetap memiliki teman dan saya tidak terus dirugikan?”

“Baik saya akan memberikan sebuah solusi yang dapat kamu jalankan sepulang dari tempat ini.” jawab sang hakim. Mendengar solusi yang diberikan oleh hakim tersebut, sang gembala pun setuju dan pulang ke rumah. Read More

Small Things Big Difference

Suatu senja di sebuah tepi pantai, seorang kakek berjalan menyelusuri pantai sambil menikmati pemandangan laut di sore hari. Setelah berjalan beberapa saat, sang kakek melihat ada jejak kaki di pantai. Jejak kaki seorang anak. Ia kemudian menerawang ke depan berusaha mencari sosok pemilik jejak kaki tersebut. Terlihat di kejauhan seorang anak lelaki sedang berjalan pelan sepanjang pantai, sambil sesekali membungkuk lalu melempar sesuatu ke laut. Anak ini terus melakukan kegiatan tersebut berulang-ulang kali secara konsisten.

Didorong oleh rasa penasaran, sang kakek akhirnya mempercepat langkah kakinya demi mengejar sang anak tersebut. Akhirnya setelah beberapa lama berjalan, sang kakek berhasil mengejar anak tersebut. Ternyata anak tersebut selama ini sambil menyelusuri tepi pantai, sambil memungut bintang laut dan melemparkannya ke laut. Sang kakek semakin penasaran dan bertanya kepada si anak, “Nak, apa yang sedang kamu lakukan?”

Sang anak menoleh ke arah sang kakek, kemudian menjawab, “saya sedang menyelamatkan nyawa para bintang laut ini. Apabila mereka tidak saya tolong, maka mereka bisa meninggal karena kekeringan!”

Mendengar jawaban ini, sang kakek tertawa dan membalas, “nak, pantai begitu panjang dan bintang laut di sepanjang pantai ini begitu banyak! Tidak mungkin kamu sendiri bisa menolong sebegitu banyaknya bintang laut! Itu pekerjaan yang percuma dan hanya membuang tenaga! Kamu tidak mungkin seorang diri mampu membuat perbedaan yang besar!” Read More

Enjoy The Process, Enjoy The Outcome

Alkisah di negeri China hiduplah seorang petani. Petani ini mempunyai sikap yang tidak sabaran dan selalu tergesa-gesa. Suatu pagi saat pergi bekerja, ia melihat bahwa padi di sawahnya tidak setinggi padi milik sawah tetangganya. Petani ini mengabaikan fakta bahwa si pemilik sawah sebelah telah menanam padinya terlebih dahulu dibanding dirinya. Ia menggerutu kepada dirinya mengapa padi di sawahnya tumbuh begitu lambat?!

Tiba-tiba, ia menemukan sebuah ide yang cemerlang! Ia berpikir bahwa kalau mau membuat padinya lebih cepat tumbuh, maka ia bisa membantu proses tersebut dengan cara menarik sedikit padinya ke atas. Kemudian selama satu hari penuh, petani tersebut menarik ke atas sedikit padi yang telah ditanamnya satu per satu. Saat sore datang, semua padinya telah menjadi sama tinggi dengan padi di sawah sebelah. Petani ini merasa dirinya sangat pintar dan jenius. Dengan bangganya pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, ia berkata kepada istrinya kalau hari ini dirinya sangat lelah, karena telah melakukan suatu hal yang luar biasa pintar. Ia berkata bahwa karena kepintaran dirinya, maka padi di sawahnya tumbuh lebih cepat dan sama tinggi dengan padi milik tetangga. Read More

Say YES to GAMBARU!

follow me @WilliamSBudiman

“Buset, artikel ini keren banget! bener-bener inspiratif! harus dishare ke orang lain nih!!”

Itu adalah hal yang pertama kali terlintas ketika selesai baca artikel ini di email saya. Saya setuju dengan semua poin-poin yang disampaikan penulis artikel ini buat kita semua, dan saya harap kita semua dapat belajar banyak dari artikel ini.

Selamat membaca, menghayati dan berubah jadi manusia dengan tekad GAMBARU.

Kastena Boshi

Say YES to GAMBARU!
By Rouli Esther Pasaribu

Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba di Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan.
Muak abis, sumpah, karena tiap kali bimbingan sama prof, kata-kata penutup selalu : motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama) ,
motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih lagi).

Sampai gw rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain selain
GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru. Read More

From Nobody to Be Somebody

Ini adalah kisah hidup seorang yang luar biasa. Kisah hidup Houtman Zainal Arifin. Kisah seorang pedagang asongan, anak jalanan, Office Boy yang kemudian menjadi Vice President Citibank di Indonesia. Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia karena Presiden Direktur Citibank sendiri berada di USA.

Kisah ini dikutip dari sebuah aertikel yang saya dapat pada sebuah training. Semoga kisah ini menginspirasi teman-teman, seperti kisah ini menginspirasi saya. Berikut ini kisahnya :

Sekitar tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Merantau dari kampung dengan penuh impian dan harapan, Houtman remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan dagangannya.

Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya. Read More